BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Lingkungan
memiliki kaitan yang sangat erat dengan perkembangan anak. Seorang anak dapat
belajar, bersosialisasi, juga bermain di lingkungan. Lingkungan memiliki tugas
untuk mengembangkan potensi-potensi yang dimiliki anak. Menurut Ki Hadjar
Dewantara, lingkungan diklasifikasikan menjadi tiga yaitu lingkungan keluarga,
sekolah, dan masyarakat.
Lingkungan
keluarga, sekolah, dan masyarakat pasti akan memberikan pengaruh kepada seorang
anak. Secara
garis besar, tiga
klasifikasi lingkungan perkembangan anak utama tersebut lazim disebut Tri Pusat
Pendidikan.
Pemahaman peranan keluarga, sekolah, dan masyarakat sebagai lingkungan
pendidikan akan sangat penting dalam upaya membantu perkembangan peserta didik
yang optimal.
Keluarga
sering dipandang sebagai lingkungan pendidikan pertama dan utama. Keluarga
adalah lingkungan primer
dan gambaran untuk berperilaku seorang anak. Untuk itu bisa
dikatakan keluarga
memiliki peran yang sangat besar dalam pendidikan seorang anak. Dalam makalah ini, kami akan menjelaskan tentang lingkungan perkembangan anak dalam lingkup
keluarga.
B.
Rumusan Masalah
B.1 Apakah
pengertian lingkungan keluarga?
B.2 Apa saja
fungsi lingkungan keluarga?
B.3 Apa yang
dimaksud pola asuh?
B.4 Apa saja
tipe-tipe pengasuhan?
B.5 Bagaimana
contoh penerapan pola asuh?
B.6 Apa saja
faktor yang mempengaruhi perbedaan pola asuh?
C.
Tujuan
C.1 Dapat mengetahui pengertian lingkungan
keluarga.
C.2
Dapat mengetahui fungsi lingkungan
keluarga.
C.3 Dapat memahami tentang pola asuh.
C.4 Dapat mengetahui tipe-tipe pengasuhan.
C.5 Dapat menjelaskan contoh penerapan pola
asuh.
C.6 Dapat menyebutkan faktor-faktor yang
mempengaruhi perbedaan pola asuh?
BAB
II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian Lingkungan Keluarga
Lingkungan adalah kombinasi antara kondisi fisik yang
mencakup keadaan sumber daya alam seperti tanah,
air,
energi surya,
mineral,
serta flora dan fauna yang tumbuh di atas tanah maupun di dalam lautan, dengan
kelembagaan yang meliputi ciptaan manusia seperti keputusan bagaimana
menggunakan lingkungan fisik tersebut.
Sedangkan, keluarga adalah pengelompokan primer yang terdiri dari sejumlah
kecil orang karena hubungan semenda dan sedarah. Keluarga itu dapat berbentuk
keluarga inti (ayah, ibu, dan anak), atau keluarga yang diperluas. Pada umumnya
jenis kedualah yang banyak ditemui dalam masyarakat Indonesia. Tumbuh kembang
seorang anak dipengaruhi oleh keseluruhan situasi dan kondisi keluarganya.
Maka, lingkungan keluarga adalah suatu kondisi fisik yang merupakan tempat
berkumpulnya sejumlah orang yang mempunyai hubungan semenda dan sedarah untuk
membentuk perilaku dan kepribadian
seorang anak. Lingkungan keluarga merupakan lingkungan
pendidikan yang pertama dan utama.
Dalam hal
perkembangan kognisi anak, keluarga lebih bersifat memberikan dukungan baik
dalam hal penyediaan fasilitas maupun penciptaan suasana belajar yang kondusif.
Sebaliknya, dalam hal pembentukan perilaku, sikap dan kebiasaan, penanaman
nilai, dan perilaku-perilaku sejenisnya, lingkungan keluarga akan lebih
dominan. Dalam hal ini, lingkungan
keluarga dapat memberikan pengaruh kuat dan sifatnya langsung.
Berkenaan dengan pengembangan aspek-aspek perilaku itu, keluarga dapat
berfungsi langsung sebagai lingkungan kehidupan nyata untuk mempraktekkan
aspek-aspek perilaku, seperti yang telah
dimuat dalam Undang-Undang
Sistem Pendidikan Nasional No. 2/1989. Dalam UU
tersebut berbunyi bahwa keluarga merupakan bagian dari jalur pendidikan luar
sekolah yang memberikan keyakinan agama, nilai budaya, nilai-nilai moral dan
ketrampilan.
B.
Fungsi Keluarga
Fungsi
terutama bagi keluarga adalah mendidik dan mengajar seorang anak. Sedangkan
fungsi utamanya adalah membimbing, mengembangkan sosial, etika, dan susila (anggapan baik atau buruk), juga mengontrol dan memantau perilaku anak. Selain
itu, keluarga juga memiliki fungsi relasi, interaksi, dan komunikasi.
Fungsi keluarga
dapat diuraikan dalam pembentukan kepribadian dan mendukung pendidikan anak.
B.1 Fungsi Dalam Pembentukan Kepribadian
B.1.a Sebagai
pengalaman pertama masa kanak-kanak.
B.1.b Menjamin
kehidupan emosional anak.
B.1.c Menanamkan
dasar pendidikan moral anak.
B.1.d Memberikan
dasar pendidikan sosial.
B.1.e Meletakan
dasar-dasar pendidikan agama.
B.1.f Bertanggung jawab dalam
memotivasi dan mendorong keberhasilan anak.
B.1.g Memberikan kesempatan
belajar dengan mengenalkan berbagai ilmu pengetahuan dan keterampilan yang
berguna bagi kehidupannya kelak sehingga ia mampu menjadi manusia dewasa
yang mandiri.
B.1.h Menjaga kesehatan anak
sehingga ia dapat dengan nyaman menjalankan proses belajar yang utuh.
B.2 Fungsi Keluarga Dalam Mendukung Pendidikan Anak
B.2.a Memperhatikan sekolah anaknya dengan cara
memperhatikan pengalaman-pengalaman sang anak dan menghargai segala usahanya.
B.2.b Menunjukkan kerjasama
kepada sang anak dengan cara membimbingnya dalam belajar maupun menyelesaikan
pekerjaan rumah (PR) dan memotivasinya.
B.2.c Bekerja sama dengan guru untuk mengatasi
kesulitan belajar anak.
B.2.d Bersama anak
mempersiapkan jenjang pendidikan yang akan dimasuki dan mendampingi selama
menjalani proses belajar di lembaga pendidikan.
Menurut Nur’aeni (2010) ada 8 fungsi
keluarga dalam tanggung jawab pendidikan, yaitu:
a. Fungsi Edukasi
Fungsi edukasi terkait dengan pendidikan anak secara khusus dan pembinaan anggota keluarga pada umumnya. Ki Hajar Dewantara menyebutkan bahwa “keluarga adalah pusat pendidikan yang utama dan pertama bagi anak”. Fungsi pendidikan amat fundamental untuk menanamkan nilai-nilai dan sistem perilaku manusia dalam keluarga.
Fungsi edukasi terkait dengan pendidikan anak secara khusus dan pembinaan anggota keluarga pada umumnya. Ki Hajar Dewantara menyebutkan bahwa “keluarga adalah pusat pendidikan yang utama dan pertama bagi anak”. Fungsi pendidikan amat fundamental untuk menanamkan nilai-nilai dan sistem perilaku manusia dalam keluarga.
b. Fungsi Sosialisasi
Fungsi sosialisasi bertujuan untuk mempersiapkan anak
menjadi anggota masyarakat. Anak adalah pribadi yang memiliki sifat kemanusiaan
sebagai makhluk individu dan juga sebagai makhluk sosial. Menarik untuk
memaknai pendapat Karl Mannheim yang dikutip oleh MI Soelaeman (1994), bahwa
“anak tidak didik dalam ruang dan keadaan yang abstrak, melainkan selalu di dalam
dan diarahkan kepada kehidupan masyarakat tertentu.”. Dengan demikian anak
memiliki prinsip sosialitas, disamping prinsip individualitas. Prinsip
sosialitas, mengharuskan anak dibawa dan diarahkan untuk mengenali nilai-nilai
sosial lingkungannya oleh orang tuanya.
c. Fungsi
Proteksi
Tujuan dari fungsi proteksi yaitu
untuk melindungi anak bukan saja secara fisik, melainkan pula secara psikis.
Secara fisik fungsi perlindungan ditujukan untuk menjaga pertumbuhan
biologisnya sehingga dapat menjalankan tugas secara proporsional. Disamping itu
fungsi proteksi psikis dan spiritual yaitu dengan mengendalikan anak dari
pergaulan negatif dan sikap lingkungan yang cenderung menekan perkembangan
psikologinya.
d. Fungsi Afeksi
Fungsi ini terkait dengan emosional
anak. Anak akan merasa nyaman apabila mampu melakukan komunikasi dengan
keluarganya dengan totalitas seluruh kepribadiannya. Kasih sayang yang
dicurahkan kepada anak akan memberi kekuatan, dukungan atas kehiduapn
emosionalnya yang berpengaruh pada kualitas hidupnya di masa depan.
e. Fungsi Religius
Yang
dimaksud adalah fungsi keluarga untuk mengarahkan anak ke arah pemerolehan
keyakinan keberagamaannya yang benar. Keluarga menjadi kendali utama yang dapat
menunjukkan arah menjadi Islam yang kaffah atau sekuler.
f. Fungsi Ekonomis
Fungsi
ini berkaitan dengan pemenuhan selayaknya kebutuhan yang bersifat materi.
Secara normatif anak harus dipersiapkan agar kelak memikul tanggung jawab
ekonomi keluarga, membangun kepribadian yang mandiri bukan menjadi objek
pemaksaan orang tua.
g. Fungsi
Rekreasi
Memberikan wahana dan situasi yang
memungkinkan terjadinya kehangatan, keakraban, kebersamaan dan kebahagiaan
bersama seluruh anggota keluarga.
h. Fungsi
Biologis
Faktor
biologis adalah faktor alamiyah manusia. Faktor ini meliputi perlindungan
kesehatan, termasuk juga memperhatikan pertumbuhan biologisnya serta
perlindungan terhadap hubungan seksualnya.
C.
Pola Asuh
Untuk dapat menjalankan fungsi tersebut secara
maksimal, orang tua harus memiliki kualitas diri yang memadai, sehingga
anak-anak akan berkembang sesuai dengan harapan. Artinya, orang tua harus memahami hakikat
dan peran mereka sebagai orang tua dalam membesarkan anak, membekali diri
dengan ilmu tentang pola pengasuhan yang tepat, pengetahuan tentang pendidikan
yang dijalani anak, dan ilmu tentang perkembangan anak. Sehingga tidak salah dalam
menerapkan suatu bentuk pola pendidikan terutama dalam pembentukan kepribadian
anak.
Pendampingan
orang tua dalam pendidikan anak diwujudkan dalam suatu cara-cara orang tua
mendidik anak. Cara orang tua mendidik anak inilah yang biasa disebut sebagai pola asuh. Selain itu, pola pengasuhan orang tua dapat diartikan sebagai cara-cara orangtua berinteraksi secara umum dengan
anaknya. Pola pengasuhan
orangtua juga akan memberikan pengaruh terhadap perkembangan kognisi anak.
Dalam hal pengasuhan, pola pengasuhan masing-masing orangtua berbeda-beda.
Setiap orang tua berusaha menggunakan cara yang
paling baik menurut mereka dalam mendidik anak. Untuk mencari pola yang terbaik
maka hendaklah orang tua mempersiapkan diri dengan beragam pengetahuan untuk
menemukan pola asuh yang tepat dalam mendidik anak.
C.1 Tipe-tipe
Pola Asuh
C.1.a Pola pengasuhan otoriter, yaitu pola asuh orangtua yang berupaya menerapkan seperangkat peraturan kepada anak-anaknya secara ketat
dan sepihak. Karakteristik anak yang dihasilkan karena pola pengasuhan ini
ialah anak akan menarik diri dari pergaulan serta tidak puas dan tidak percaya
terhadap orang lain.
C.1.b Pola pengasuhan laissez faire (bebas), yaitu pola asuh orangtua yang memberikan kebebasan kepada anaknya dan kurang memberikan kontrol. Maka,
karakteristik yang dimiliki anak ialah kurang dalam harga diri,
kendali diri, dan kecenderungan untuk berekplorasi.
C.1.c Pola pengasuhan demokratis, yaitu pola asuh orangtua yang berupaya menerapkan peraturan kepada anaknya melalui pemahaman bukan
paksaan, dalam menyampaikan peraturan-peraturannya
dengan disertai
penjelasan yang dapat dimengerti. Anak akan mempunyai karakteristik hidup
mandiri; betangggung jawab secara
sosial; memiliki kendali diri, bersifat eksploratif, dan percaya diri.
Dari ketiga pola asuh orang tua
kepada anak diatas, cara yang paling baik merupakan pola otoritatif. Hal ini dikarenakan seorang anak yang dibesarkan dalam
asuhan otoritatif memperlihatkan kemampuan penyesuaian diri yang lebih baik. Akibatnya, seorang anak cenderung memiliki rasa kendali yang
lebih kuat serta dapat diterima oleh teman dan orang-orang disekitarnya.
C.2 Contoh
Penerapan Pola Asuh
Berikut ini contoh penerapan cara asuh anak sejak dini menurut Dorothy Law
Nollte:
C.2.a Jika
anak dibesarkan dengan celaan, maka ia belajar memaki.
C.2.b Jika anak dibesarkan dengan permusuhan, maka
ia belajar berkelahi.
C.2.c Jika anak dibesarkan
dengan penghinaan, maka ia belajar menyesali diri.
C.2.d Jika anak dibesarkan
dengan toleransi, maka ia belajar mengendalikan diri.
C.2.e Jika anak dibesarkan dengan motivasi, maka ia
belajar percaya diri.
C.2.f Jika anak dibesarkan dengan kelembutan, maka ia
belajar menghargai.
C.2.g Jika anak dibesarkan dengan rasa aman, maka ia belajar percaya.
C.2.f Jika anak dibesarkan
dengan dukungan, maka ia belajar menghargai diri sendiri.
C.2.h Jika anak dibesarkan dengan
kasih sayang dan persahabatan, maka ia belajar menemukan kasih dalam
kehidupannya.
C.3 Faktor
Perbedaan Pola Asuh
Menurut Hurlock (1995) ada beberapa
faktor yang dapat mempengaruhi pola asuh orang tua, yaitu karakteristik orang
tua yang berupa:
C.3.a Kepribadian Orang Tua
Setiap orang berbeda dalam tingkat
energi, kesabaran, intelegensi, sikap dan kematangannya. Karakteristik tersebut
akan mempengaruhi kemampuan orang tua untuk memenuhi tuntutan peran sebagai orang
tua dan bagaimana tingkat sensifitas orang tua terhadap kebutuhan anak-anaknya.
C.3.b Keyakinan
Keyakinan yang dimiliki orang tua
mengenai pengasuhan akan mempengaruhi nilai dari pola asuh dan akan
mempengaruhi tingkah lakunya dalam mengasuh anak-anaknya.
C.3.c Kesamaan Pola Asuh yang Diterima
Orang Tua
Bila
orang tua merasa bahwa orang tua mereka dahulu berhasil menerapkan pola asuhnya
pada anak dengan baik, maka mereka akan menggunakan teknik serupa dalam
mengasuh anak bila mereka merasa pola asuh yang digunakan orang tua mereka
tidak tepat, maka orang tua akan beralih ke teknik pola asuh yang lain.
C.3.d Penyesuaian dengan cara yang
disetujui kelompok
Orang
tua yang baru memiliki anak atau yang lebih muda dan kurang berpengalaman lebih
dipengaruhi oleh apa yang dianggap anggota kelompok (bisa berupa keluarga
besar, masyarakat) merupakan cara terbaik dalam mendidik anak.
C.3.e Usia orang tua
Orang
tua yang berusia muda cenderung lebih demokratis dan permissive bila
dibandingkan dengan orang tua yang berusia tua.
C.3.f Pendidikan orang tua
Orang
tua yang telah mendapatkan pendidikan yang tinggi, dan mengikuti kursus dalam
mengasuh anak lebih menggunakan teknik pengasuhan authoritative dibandingkan
dengan orang tua yang tidak mendapatkan pendidikan dan pelatihan dalam mengasuh
anak.
C.3.g Jenis kelamin orang tua
Ibu pada umumnya lebih
mengerti anak dan mereka cenderung kurang otoriter bila dibandingkan dengan
bapak.
C.3.h Status sosial ekonomi
Orang
tua dari kelas menengah dan rendah cenderung lebih keras, mamaksa dan kurang
toleran dibandingkan dengan orang tua dari kelas atas.
C.3.i Konsep mengenai peran orang
tua dewasa
Orang
tua yang mempertahankan konsep tradisional cenderung lebih otoriter dibanding
orang tua yang menganut konsep modern.
C.3.j Jenis kelamin anak
Orang
tua umumnya lebih keras terhadap anak perempuan daripada anak laki-laki.
C.3.k Usia anak
Usia anak dapat
mempengaruhi tugas-tugas pengasuhan dan harapan orang tua.
C.3.l Temperamen
Pola
asuh yang diterapkan orang tua akan sangat mempengaruhi temperamen seorang
anak. Anak yang menarik dan dapat beradaptasi akan berbeda pengasuhannya
dibandingkan dengan anak yang cerewet dan kaku.
C.3.m Kemampuan anak
Orang
tua akan membedakan perlakuan yang akan diberikan untuk anak yang berbakat
dengan anak yang memiliki masalah dalam perkembangannya.
C.3.n Situasi
Anak
yang mengalami rasa takut dan kecemasan biasanya tidak diberi hukuman oleh
orang tua. Tetapi sebaliknya, jika anak menentang dan berperilaku agresif kemungkinan
orang tua akan mengasuh dengan pola asuh otoritatif.
BAB
III
PENUTUP
Lingkungan
memiliki tugas untuk mengembangkan potensi-potensi yang dimiliki anak. Secara
garis besar, tiga
klasifikasi lingkungan perkembangan anak utama, yaitu lingkungan keluarga, sekolah, dan masyarakat lazim
disebut Tri Pusat Pendidikan.
Keluarga sering dipandang sebagai lingkungan pendidikan pertama dan utama. Keluarga merupakan pengelompokan primer yang terdiri dari sejumlah kecil
orang karena hubungan semenda dan sedarah. Keluarga dapat berbentuk keluarga
inti (nucleus family), atau keluarga
yang diperluas. Fungsi
keluarga dapat diuraikan dalam pembentukan kepribadian dan mendukung pendidikan
anak. Untuk dapat
menjalankan fungsi tersebut secara maksimal, orang tua harus memiliki kualitas
diri yang memadai, sehingga anak-anak akan berkembang sesuai dengan harapan. Orang
tua hendaknya juga mempersiapkan
diri dengan beragam pengetahuan untuk menemukan pola asuh yang tepat dalam
mendidik anak agar anak dapat
berkembang dengan optimal.
DAFTAR RUJUKAN
Tirtarahardja, Umar, S.L. La Sulo. 2008. Pengantar Pendidikan. Jakarta: Rineka Cipta.
http://edukasi.kompasiana.com/2011/01/07/lingkungan-perkembangananak/ https://zhuldyn.wordpress.com/
http://dbatmoko.blogspot.com/2012/04/lingkungan-perkembangan-anak.html
http://id.wikipedia.org/wiki/Halaman_Utama
No comments:
Post a Comment